Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Selasa, 30 September 2025, September 30, 2025 WIB
Last Updated 2025-09-29T21:01:44Z
Kisah sejarah Dairi

Sejarah Terjadi Kabupaten Dairi

 





Oleh:Clara Siahaan

(Dikutip dari sumber sek.Daerah )

Jelang hari jadi Dairi,tergerak hati saya untuk mencari tau sejarah Dairi.

 

Dairi;investigasi.info

Pada masa perjuangan melawan penjajahan Belanda, sejarah mencatat bahwa Raja Sisingamangaraja XII semasa hidupnya cukup lama berjuang di Daerah Dairi, karena wilayah Bakkara dan wilayah Toba pada umumnya telah dibakar habis dan dikuasai oleh Belanda. Kondisi tersebut tidak memungkinkan lagi untuk bertahan dan meneruskan perjuangannya, sehingga beliau hijrah ke Dairi, beliau wafat pada tanggal 17 Juni 1907 di Ambalo Sienem Koden yang ditembak atas perintah komandan Batalion Marsuse Belanda, Kapten Cristofel. Pada masa penjajahan Belanda yang terkenal dengan politik Devide Et Impera, maka nilai-nilai, pola dan struktur Pemerintahan di Dairi mengalami perubahan yang sangat cepat dengan mengacu pada system dan pembagian wilayah Kerajaan Belanda, maka Dairi saat ini ditetapkan pada suatu Afdeling yang dipimpin seorang Cotroleur berkebangsaan Belanda dan dibantu oleh seorang Demang dari penduduk Pribumi/Bumi Putra. Kedua pejabat tersebut dinamai Controleur Der Dairi Landen dan Demang Der Dairi Landen.


Pemerintah Dairi Landen adalah sebagian dari wilayah Pemerintahan Afdeling Batak Landen yang dipimpin Asisten Residen Batak Landen yang berpusat di Tarutung. Sistem ini berlaku sejak dimulainya perjuangan pahlawan Raja Sisingamangaraja XII dan berlaku juga sampai penyerahan Belanda atas penduduk Nippon (Jepang) pada tahun 1942.


Masa Pemerintahan Penduduk Jepang Setelah jatuhnya Hindia Belanda atas pendudukan Dai Nippon, maka pemerintahan Belanda digantikan oleh Militerisme Jepang. Secara umum pemerintahan Bala Tentara Jepang membagi wilayah Indonesia dalam 3 bagian yaitu : 1. Daerah yang meliputi Jawa, berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat yang berkedudukan di Jakarta; 2. Daerah yang meliputi pulau Sumatera, berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat yang berkedudukan di Tebing Tinggi: 3. Daerah daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang berkedudukan di Makassar.


Pada masa itu pemerintahan Jepang di Dairi memerintah cukup kejam dengan menerapkan kerja paksa membuka jalan Sidikalang sepanjang lebih kurang 65 km, membayar upeti dan para pemuda dipaksa Heiho dan Giugun untuk bertempur melawan Militer Sekutu. Pada masa pemerintahan Jepang pada dasarnya tidak terdapat perubahan prisipil dalam susunan Pemerintahan di Dairi. Karena tidak berubah susunan/struktur Pemerintahan di Dairi, tetapi mengganti jabatan lama ada.


Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Setelah kemerdekaan diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, maka pasal 18 UUD 1945 menghendaki dibentuknya Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, sehingga sebelum Undang-Undang tersebut dibentuk oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dalam rapatnya tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan Daerah Republik Indonesia untuk sementara dibagi atas 8 (delapan) Propinsi yang masing-masing dikepalai oleh seorang Gubernur. Daerah Propinsi dibagi dalam Keresidenan yang dikepalai seorang Residen. Gubernur dan Residen dibantu ileh Komite Nasional Daerah.


1. Berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1945 Mengingat keadaan pada masa penjajahan, Belanda masih ingin menjajah kembali di Indonesia, sementara Undang-Undang belum dibentuk, maka dikeluarkanlah Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945 tentang pemberian kekuasaan legislative kepada Komite Nasional Indonesia Pusat, untuk mempertegas kedudukannya yang pada waktu itu dianggap sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Sehubungan dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X tersebut maka kedudukan Komite Nasional Daerah pun perlu ditegaskan. Untuk keperluan inilah maka dikeluarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1945 tentang kedudukan Komite Nasional Daerah.


Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1945, maka di Dairi dibentuk Komite Nasional Daerah untuk mengatur Pemerintah dalam mengisi Kemerdekaan dengan susunan sebagai berikut, Ketua Umum Jonathan Ompu Tording Sitohang, Ketua I Djauli Manik, Ketua II Noeh Hasibuan, Ketua III Raja Elias Ujung, Sekretaris I Tengku Lahuami, Sekretaris II Gr. Gindo Muhammad Arifin, Bendahara I Mula Batubara dan, bendahara II St. Stepanus Sianturi.


Selanjutnya, Pada masa Agresi Militer I, yakni pada tanggal 6 Juli 1947 Belanda telah menguasai Sumatera Timur sehingga masyarakat Dairi yang berada di sana mengungsi kembali ke Dairi. Untuk menyelenggarakan pemerintahan serta menghadapi perang melawan Agresi Belanda tersebut, maka Residen Tapanuli saat itu Dr. Ferdinand Lumbantobing, selaku Gubernur Militer Sumatera Timur dan Tapanuli, dengan suratnya Nomor 1256 tanggal 12 September 1947, berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1947, menetapkan Keresidenan Tapanuli menjadi 4 (empat) Kabupaten yaitu: Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang, dan Kabupaten Silindung. Sehingga atas keluarnya surat Dr. Ferdinand Lumbantobing tersebut, 1 Oktober 1947 ditetapkan sebagai hari bersejarah dan “Hari Jadi Kabupaten Dairi” dan hal ini sudah sesuai dengan kesepakatan Pemerintah dan Masyarakat pada saat itu dan hal itu juga sudah melalui keputusan DPRD Kab. Dairi II Nomor 4/K-DPRD/1997 tanggal 26 April 1977.

Selanjutnya, dengan ditetapkannya Dairi menjadi Kabupaten, maka berdasarkan surat Residen Tapanuli tersebut, ditetapkanlah “Paulus Manurung” sebagai Bupati pertama di Kabupaten Dairi yang berkedudukan di Sidikalang.

Selanjutnya, Setelah penyerahan kedaulatan wilayah Indonesia oleh Belanda, maka Pemerintahan Militer di Dairi kembali kepada Pemerintahan Sipil. Dimana, sebagai Kepala Pemerintahan Dairi adalah Gading Barklomeus Pinem dan Raja Kisaran Massy Maha, yang kemudian digantikan oleh Jonathan Ompu Tording Sitohang pada tanggal 10 Desember 1949. Pada masa tersebut jumlah Kecamatan di Kabupaten Dairi sudah ada 12 Kecamatan namun diciutkan dari 12 Kecamatan menjadi 8 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Sidikalang, ibukotanya Sidikalang dipimpin oleh Asisten Wedana, M. Bakkara.

Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul dipimpin oleh Asisten Wedana Bonipasius Simangunsong, Kecamatan Salak, ibukotanya Salak dipimpin oleh Asisten Wedana Poli Karpus Panggabean. Kecamatan Kerajaan, ibukotanya Sukaramai dipimpin oleh Asisten Wedana Wal Mantas Habeahan, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, dipimpin oleh Asisten Wedana Gayus Silaen, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh dipimpin oleh Asisten Wedana, Ngapid David Tarigan, Kecamatan Silima Pungga-pungga ibukotanya Parongil dipimpin oleh Asisten Wedana, Aleks Sitorus, dan Kecamatan Siempat Nempu, ibukotanya Bunturaja dipimpin oleh Asisten Wedana, Urbanus Rajagukguk.


Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka semua Kabupaten yang dibentuk pada masa Agresi Militer I dan II harus kembali dilebur, sehingga Kabupaten Dairi yang telah dibentuk tanggal 1 Oktober 1947 harus menjadi bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibukotanya Tarutung. Selanjutnya, sejak tanggal 1 April 1950, 8 Kecamatan yang ada di Dairi kembali menjadi bagian dari wilayah pemerintahan Tapanuli Utara.


Akibat peleburan dan penggabungan wilayah Kabupaten Dairi menjadi bagian dari Tapanuli Utara, maka Tokoh-Tokoh Masyarakat Dairi terus berjuang meminta kepada Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Propinsi Sumatera Utara agar keinginan menjadi daerah Otonom Tingkat II Dairi dapat segera disetujui berdasarkan Undang-Undang.


Kemudian peristiwa penting terjadi pada Tahun 1958, karena timbulnya peristiwa pemberontakan PRRI yang mengakibatkan terputusnya hubungan antara Sidikalang (Dairi) dengan Tarutung sebagai ibukota Tapanuli Utara, sehingga penyelenggaraan pemerintahan hampir vakum. Untuk menjaga kevakuman pemerintahan, maka Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara dengan Surat Perintah Nomor : 656/UPS/1958 tgl. 28 Agustus 1958 mengambil kebijakan penting dalam pemerintahan dengan menetapkan daerah Dairi menjadi Wilayah Administratif, dengan sebutan, Coordinator Schaap, yang secara langsung berurusan dengan Propinsi Sumatera Utara. Untuk mengisi Koordinator Schaap Pemerintahan di Dairi dihunjuk sebagai pimpinan sementara yakni Nasib Nasutian ( Pati pada Kantor Gubernur Sumatera Utara) yang selanjutnya digantikan oleh Djauli Manik sebagai Koordinator Schaap Pemerintahan Dairi.


Selanjutnya, sejak tahun 1958, aspirasi masyarakat Dairi untuk memperjuangkan Daerahnya sebagai Kabupaten yang Otonom tetap tumbuh berkembang dengan mengutus Tokoh-tokoh Masyarakat ke Jakarta untuk menyampaikan hasrat dimaksud agar disetujui. Aspirasi dan tuntutan tersebut terus berkembang sampai Tahun 1964. Pertimbangan persetujuan pembentukan daerah Otonom Kabupaten Dairi, diproses oleh Pemerintah Pusat melalui Menteri Dalam Negeri saat itu, yaitu Sanusi Harjadinata yang pada tahun itu menyetujui Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Otonom Kabupaten yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara.


Akhirnya pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi ditetapkan Pemerintah dengan diterbitkannya Undang-Undang darurat yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 tahun 1964, tanggal 13 Pebruari 1964 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1964. Kemudian oleh Pemerintah Pusat dan DPR RI, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Dairi dengan mengubah Undang-Undang Nomor 7 Drt. Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.


Selanjutnya, Peresmian Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi menjadi Daerah Tingkat II Otonom dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara pada tanggal 2 Mei 1964 bertempat di Gedung Nasional Sidikalang. Sehingga berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1964, maka wilayah Kabupaten Dairi pada saat pembentukannya terdiri atas 8 ( delapan ) Kecamatan yaitu Kecamatan Sidikalang ibukotanya Sidikalang, Kecamatan Sumbul ibukotanya Sumbul, Kecamatan Tigalingga ibukotanya Tigalingga, Kecamatan Tanah Pinem ibukotanya Kutabuluh, Kecamatan Salak ibukotanya Salak, Kecamatan Kerajaan ibukotanya Sukaramai, Kecamatan Silima Pungga-Pungga ibukotanya Parongil dan, Kecamatan Siempat Nempu ibukotanya Bunturaja.


Selanjutnya dilakukan pemekaran-pemekaran sbb: Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1991 Pembentukan tentang Kecamatan Parbuluan, Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1992 Tentang Pembentukan Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Siempat Nempu Hilir dan Pegagan Hilir. Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Pembentukan Kecamatan Berampu dan Gunung Sitember, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Kecamatan Silahisabungan dan, Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Kecamatan Sitinjo. Setelah beberapa kali pemekaran Kecamatan dan Desa, maka sampai dengan saat ini wilayah administratif Kabupaten Dairi terdiri dari 15 Kecamatan, 161 Desa dan 8 Kelurahan.

(Dikutip dari sumber sek.Daerah dan sumber lainnya)

Cerita ini hasil kutipan jika ada kesalahan mohon dimaafkan)


sekarang di awal jabatan bupati ke 21  masa masa tsunami anggaran ,namun kerja tulus dan iklas untuk menaikan kelas taraf  sumatra utara,semoga masyarakat Dairi mendukung kerja pemerintah Dairi untuk naik kelas menuju Dairi Unggul ,Dairi terbaik,menuju masyarakat yang sejahtera.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar