Peluang kerja bagi warga Indonesia di Jepang tetap terbuka. Calon pekerja migran Indonesia ke Jepang diharapkan memahami dan mengikuti aturan di negara tujuan.
Penegasan itu disampaikan Kedutaan Besar RI di Tokyo dan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Selasa (15/7/2025).
Koordinator Fungsi Penerangan KBRI Tokyo Muhammad Al Aula mengatakan, Jepang masing membutuhkan pekerja migran. Pekerja dari Indonesia tetap dapat kesempatan ke Jepang.
“Sampai saat ini tidak ada pernyataan Pemerintah Jepang yang disampaikan ke KBRI Tokyo ataupun KJRI Osaka terkait dengan info yang beredar di sosial media bahwa Jepang akan menghentikan penerimaan tenaga kerja Indonesia pada 2026,” kata dia.
Penegasan disampaikan karena beredar informasi Jepang akan menutup pintu bagi bekerja Indonesia. Penutupan dilakukan mulai 2026. ”Ini bohong atau salah paham besar,” kata Ryutaro Kubo, Atase Pers Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.
Memang, Sekretariat Kabinet Jepang membuat biro baru. Urusannya meninjau dan merevisi tanggapan pemerintah terhadap isu-isu yang terkait dengan pertumbuhan populasi warga negara asing di Jepang.
Berdasarkan fakta, jelas Kubo, jumlah orang asing yang bekerja di Jepang dan wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang melonjak. Seiring lonjakan itu, terjadi peningkatan kejahatan dan kegiatan yang menyusahkan masyarakat Jepang oleh orang asing. “Pemerintah Jepang mengetatkan fungsi imigrasi dan lainnya,” jelas Kubo
Sebelumnya di media sosial beredar kabar Jepang akan menutup pintu bagi pekerja Indonesia. Informasi disebut disebarkan akun Neojapan yang dimiliki Dian KN, WNI yang tinggal di Jepang 12 tahun terakhir.
Dian mengatakan, informasi yang dia sampaikan telah diputarbalikkan. Dalam videonya, ia menjelaskan informasi yang disiarkan sejumlah media Jepang. Intinya, Jepang memperketat kedatangan warga asing karena banyak warga asing menimbulkan masalah.
Masih dalam videonya, Dian mengajak agar WNI di Jepang tidak terlibat masalah. “Bisa saja suatu saat kita bisa di-blacklist kalau hal ini semakin buruk. (Pernyataan) saya itulah yang dipelintir, bahwa Jepang akan mem-blacklist Indonesia” ujarnya.
Peringatan Dian tak lepas dari fakta sebagian WNI melanggar hukum di Jepang. Sebagian tinggal melebihi izin tinggal. Sebagian lain terlibat perampokan, pembunuhan, dan hingga membentuk kelompok kriminal. “Kita yang bekerja baik-baik, mendapat sindiran atas perilaku kurang baik itu,” jelas Dian.
Karena itu, WNI di Jepang atau yang akan ke Jepang diimbau menjaga perilaku. Sementara pemerintah diimbau menyeleksi calon pekerja migran ke Jepang. Dengan demikian, bisa dicegah keberangkatan orang yang mungkin membuat masalah di Jepang.
Menurut Muhammad Al Aula, pemerintah dan pihak terkait telah menerapkan seleksi calon PMI ke Jepang. Salah satu tahapannya adalah pengenalan sosial budaya dan norma di Jepang. “Hal ini dilakukan terus-menerus sebelum berangkat maupun ketika sudah di Jepang,” jelas Al Aula.
KBRI Tokyo dan KJRI Osaka bersama komunitas WNI di Jepang terus melakukan itu. Selain soal budaya, juga diingatkan pentingnya mematuhi hukum setempat.
Kubo menambahkan, meningkatnya angka kejahatan oleh orang asing membuat Pemerintah Jepang perlu membentuk sekretariat untuk menangani kejahatan oleh orang asing lintas kementerian. “Pembahasan pembentukan sekretariat ini baru dimulai minggu lalu,” ujar Kubo.
Pemerintah Jepang juga sudah memahami bahwa mayoritas orang asing menghormati komunitas, aturan-aturan, budaya di Jepang. Sebagian atau minoritas orang asing saja ikut kejahatan atau kegiatan yang meyusahkan. “Berangkat dari sana, ada permintaan dari masyarakat Jepang kepada pemerintah Jepang agar menangani mereka,” jelas Kubo.
Kantor Berita Jepang Kyodo pada Selasa ini juga memberitakan upaya tersebut. PM Shigeru Ishiba diberitakan meresmikan kantor baru di Sekretariat Kabinet.
Kantor itu bertugas sebagai "menara kendali" lintas lembaga untuk menanggapi isu-isu seperti kejahatan dan pariwisata berlebihan yang melibatkan warga negara asing. Jumlah warga negara asing di Jepang saat ini 3,8 juta. Jumlah itu sekitar tiga persen dari total populasi.
Kantor baru itu dibentuk atas usulan sejumlah anggota parlemen pada Juni 2025. Tujuannya mewujudkan masyarakat yang hidup berdampingan secara tertib dan harmonis dengan warga negara asing.
Langkah-langkah tersebut mencakup penerapan persyaratan yang lebih ketat bagi warga negara asing yang beralih ke SIM Jepang dan untuk membeli rumah. “Kejahatan dan perilaku tidak tertib oleh beberapa warga negara asing, serta penggunaan berbagai sistem administrasi yang tidak tepat, telah menciptakan situasi yang membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan tertipu,” ujar Ishiba kala meresmikan kantor itu.
Sanseito, sebuah partai kecil ultrakonservatif yang menurut jajak pendapat terbaru semakin populer, menyerukan seruan untuk memperketat regulasi dan mengurangi penerimaan warga negara asing.
Pemerintah Jepang menghadapi persoalan rumit dalam mempertimbangkan regulasi yang lebih ketat sekaligus memastikan tidak rentan terhadap tuduhan diskriminasi. Ishiba juga mengatakan Jepang memandang masuknya warga negara asing sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Namun, Isihiba mengatakan, "Penting bagi kami untuk mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap mereka yang tidak mematuhi aturan kami dan merevisi sistem yang ada jika tidak sesuai dengan kenyataan.”
Terkait aturan, sebetulnya Jepang sudah lama menerapkan kebijakan imigrasi yang ketat. Pada akhirnya Jepang secara bertahap membuka pintunya bagi pekerja asing untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja. Kekurangan tenaga kerja ini diperkira
Sumber : Sergap24.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar