Silahisabungan,Investigasi.info -
Seorang warga keturunan Raja Silahisabungan, Jamson Sipakkar, mendatangi Kantor Kepala Desa Silalahi 3, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, pada Rabu (23/07/2025). Kedatangannya disertai dengan tudingan serius terhadap oknum anggota Polri yang diduga telah melakukan penyerobotan lahan adat milik leluhurnya.
Jamson, yang juga menjabat sebagai Ketua DPD LSM Komunitas Peduli Hukum dan Peduli Lingkungan (KPH-PL) serta pimpinan media Pakkar News Riau, mengungkapkan kepada awak media bahwa sebidang tanah warisan keluarga besar keturunan Raja Silahisabungan diduga telah dikuasai secara tidak sah oleh Aiptu M Munthe, yang saat ini menjabat sebagai Kapospol Silahisabungan.
Menurut keterangan Jamson, pada sekitar tahun 2018–2019, Aiptu M Munthe mengurus Surat Keterangan Tanah (SKT) ke Kantor Desa Silalahi 3 di masa kepemimpinan Kepala Desa Rimcon Situngkir. Dalam proses tersebut, Aiptu Munthe diduga menerbitkan SKT atas nama Togap Silalahi untuk tanah yang diklaim sebagai milik leluhur keluarga Jamson. Yang menjadi sorotan, beberapa warga yang tercantum sebagai saksi dalam SKT tersebut diduga dipaksa untuk menandatangani dokumen tersebut.
“Kami memiliki bukti berupa surat pernyataan bermeterai dari tiga saksi yang menyatakan bahwa mereka dipaksa untuk menandatangani dokumen SKT tersebut. Ini menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat penegak hukum,” tegas Jamson.
Jamson mempertanyakan keberanian seorang aparat penegak hukum mengurus tanah yang menurutnya bukan miliknya. Ia bahkan menduga Aiptu M Munthe telah menyalahgunakan jabatan dengan berperan sebagai mafia tanah, karena telah mengalihkan kepemilikan lahan adat atas nama pihak lain yang tidak memiliki garis keturunan dari Raja Silahisabungan.
“Tanah ini diketahui sebagai warisan marga keturunan Sitolu Tali, yakni Raja Jolo Situngkir, Sipakkar, dan Sipayung. Aiptu M Munthe bukan bagian dari keturunan tersebut. Kami menilai ada indikasi kuat manipulasi sejarah dan kepemilikan lahan,” tambahnya.
Tidak hanya itu, Jamson juga menyoroti dugaan kejanggalan administratif. Menurut pernyataan tiga saksi yang dia miliki, mereka baru diminta menandatangani sebagai saksi pada tahun 2024, sementara SKT atas nama Togap Silalahi disebut telah terbit pada periode 2018–2019. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa salinan atau pertinggal SKT tersebut tidak ditemukan baik di kantor desa maupun di kantor kecamatan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang keabsahan dokumen tersebut.
“Atas dasar itulah, kami berencana mengajukan somasi terhadap pihak Togap Silalahi dan meminta aparat kepolisian dari tingkat Polsek hingga Kapolri untuk menindak tegas anggotanya jika terbukti melanggar hukum dan terlibat dalam praktik mafia tanah,” ungkap Jamson.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Aiptu M Munthe belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh awak media melalui panggilan dan pesan WhatsApp belum mendapat respon.(01.s).
Kabiro : (C.Siahaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar