Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Redaksi Investigasi
Jumat, 04 Juli 2025, Juli 04, 2025 WIB
Last Updated 2025-07-04T04:59:47Z
Artikel EkonomiBadan KependudukanBKKBNChildfreeKDRTKeluarga BerencanaTrauma

BKKBN: Childfree Dipicu Ekonomi Sulit, KDRT, dan Trauma Masa Lalu


Investigasi.info 

Deputi Bidang Pengendalian Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Bonivasius Prasetya Ichtiarto, mengungkapkan bahwa keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak atau childfree dilatarbelakangi oleh berbagai faktor kompleks. 


Salah satu penyebab utama adalah pengalaman masa lalu yang traumatis, terutama dalam lingkungan keluarga. "Penyebabnya banyak sekali. Misalkan masalah kesehatan, ada problem di perempuannya. Tapi juga ada yang karena trauma. Trauma masa lalu dalam keluarga," ujar Boni dalam agenda Press Briefing State of World Population (SWP) 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 


Ia menambahkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) turut menjadi alasan kuat bagi sebagian individu untuk menghindari memiliki keturunan. 


Pengalaman menyakitkan di masa lalu membuat seseorang enggan membentuk keluarga yang berisiko mengulang siklus kekerasan tersebut.

"KDRT misalkan. Itu terjadi juga, dia enggak mau anaknya mengalami hal serupa. Menikah pun enggak mau karena takut anaknya jadi korban seperti itu," jelasnya. 

Menurutnya, beberapa pasangan memilih childfree bukan karena tidak ingin punya anak, tapi juga masalah ekonomi. "Bukan tidak ingin punya anak, tapi menunda karena masalahnya di ekonomi," kata Boni.

Berapa Besar Fenomena Childfree di Indonesia?


Berdasarkan catatan BKKBN, fenomena childfree di Indonesia masih tergolong kecil, dengan persentase kurang dari 0,01 persen dari populasi. Namun, fenomena ini tetap menjadi perhatian serius pemerintah. 


"Kita memang harus tetap hati-hati. Kalau itu terus digaung-gaungkan, ya akan menuju ke sana," tegas Boni. Menurutnya, kampanye atau promosi terhadap gaya hidup childfree perlu dikaji secara hati-hati agar tidak berdampak negatif terhadap struktur demografi nasional. 


Meskipun kecil secara statistik, laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 bertajuk "Menyusuri Jejak Childfree di Indonesia" menunjukkan angka yang cukup signifikan.

Disebutkan bahwa sekitar 8 persen atau setara dengan 71.000 perempuan Indonesia memilih untuk tidak memiliki anak. Mayoritas berasal dari wilayah Jawa, termasuk DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. 


Apakah Childfree Mempengaruhi Tingkat Fertilitas Nasional? Boni menuturkan bahwa angka pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini berada di angka 1,1 persen, sedangkan angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) berada di level 2,11 persen. 

Menurutnya, angka ini tergolong ideal. Meski demikian, pemerataan angka kelahiran antarwilayah menjadi pekerjaan rumah yang harus terus dijaga pemerintah. "TFR 2,1 persen itu sudah pas. Tetapi yang perlu dijaga adalah persebaran kelahiran di seluruh daerah. Jangan sampai ada wilayah yang anjlok, sementara daerah lain tetap tinggi," ujar Boni.


Ia menegaskan bahwa TFR yang terlalu rendah dalam jangka panjang bisa berimbas pada struktur penduduk menua (aging population), yang kemudian berdampak pada ketahanan ekonomi dan sosial negara.




Sumber : Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar