Tapanuli Selatan, Investigasi.info -
Di tengah riuhnya wacana pembangunan dan investasi sumber daya alam, suara rakyat dari pedalaman Tapanuli Selatan Prov.Sunatera Utara kembali menggema. Anggota DPRD Tapanuli Selatan, Armen Sanusi Harahap, secara terbuka mengajukan permohonan kepada Kepada Bapak Yang Terhormat Presiden Republik Indonesia, Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, bermohon untuk mengevaluasi izin operasional PT. Toba Pulp Lestari (TPL). Permohonan ini lahir dari keresahan kolektif masyarakat adat di Dusun Silinggomlinggom, Desa Sanggapati, Kecamatan Angkola Timur, yang merasa hak atas tanah ulayat mereka tergerus oleh ekspansi industri kehutanan.
Menurut Armen, permintaan ini bukan upaya menggugat pembangunan, tetapi refleksi dari panggilan nurani terhadap ketimpangan struktural yang terus terjadi. Dalam dialognya bersama warga terdampak, ia menegaskan bahwa pembangunan yang sejati tidak boleh menyingkirkan kepentingan komunitas lokal, terutama masyarakat adat yang selama berabad-abad menjadi penjaga hutan. “Keadilan ekologis tidak bisa dikorbankan atas nama investasi. Rakyat harus menjadi subjek, bukan korban,” ujarnya dengan tegas.
Dari hasil kunjungan lapangan, Armen menemukan berbagai masalah yang muncul akibat aktivitas TPL, mulai dari rusaknya tutupan hutan, penyusutan debit mata air, hingga meningkatnya konflik agraria. Ia menyoroti bahwa proses penetapan wilayah konsesi tidak melibatkan persetujuan bebas dan diinformasikan (Free, Prior and Informed Consent/FPI) dari masyarakat adat, yang seharusnya menjadi prinsip utama dalam pengelolaan wilayah adat sesuai amanat Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria dan Putusan MK No. 35/PUU-X/2012.
Sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan hak masyarakat adat, Armen bermohon kepada Presiden Prabowo membentuk tim independen atau satuan tugas nasional yang akan melakukan audit lingkungan dan sosial atas seluruh aktivitas TPL. Seruan ini selaras dengan sikap Bupati Tapanuli Selatan yang sebelumnya mengusulkan penghentian sementara operasional perusahaan hingga ada evaluasi menyeluruh. Langkah ini dianggap penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada ekosistem hutan tropis Sumatera.
Lebih jauh, Armen mengutip temuan lembaga-lembaga seperti WALHI dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang mencatat bahwa lebih dari separuh wilayah konsesi TPL tumpang tindih dengan wilayah adat yang belum diakui secara hukum. Kajian Environmental Impact Assessment (EIA) tahun 2022 mengungkap bahwa 62% dari areal konsesi perusahaan tersebut berada di zona rentan ekologis, dengan risiko tinggi terhadap erosi tanah dan polusi sumber air. Fakta ini menunjukkan kegentingan untuk menata ulang sistem perizinan berbasis prinsip keberlanjutan dan hak asasi manusia.
Armen juga menyoroti perlunya reformasi tata kelola sumber daya alam yang berbasis pada prinsip partisipasi dan transparansi. Ia mengingatkan bahwa pembangunan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari keadilan sosial dan perlindungan terhadap keberlanjutan lingkungan. “Negara tidak boleh hadir hanya sebagai fasilitator investasi, tapi juga sebagai pelindung rakyat kecil yang suaranya kerap tenggelam,” tegasnya.
Mengakhiri pernyataannya, Armen bermohon Bapak Presiden Prabowo membuka ruang dialog yang inklusif antara negara, korporasi, dan masyarakat adat. Ia berharap agar sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, Presiden Prabowo menegaskan kembali komitmennya terhadap nilai-nilai kerakyatan yang menjadi fondasi partai. “Kami bukan anti kemajuan, tapi kemajuan harus adil dan manusiawi. Dengarkan suara dari hutan, karena di sanalah denyut kehidupan kami berawal,” pungkasnya di hadapan warga yang menyambut dengan haru dan harapan.
Kabiro : (Asrin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar