Karimun, investigasi.info - Isu dugaan praktik minyak ilegal di perairan Karimun kian ramai diperbincangkan publik. Dua nama, Ayong dan Joni, disebut-sebut sebagai pemain utama dalam bisnis gelap tersebut. Namun hingga kini, belum ada satu pun tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Informasi yang beredar luas menyebut kapal-kapal yang diduga digunakan dalam aktivitas itu masih bebas beroperasi di sekitar perairan Meral, Tanjung Balai Karimun. Masyarakat pun mulai mempertanyakan mengapa aparat belum juga bergerak, padahal isu ini sudah viral dan menjadi pembicaraan di berbagai media.
Sumber di lapangan menyebut, kapal-kapal tangki kecil kerap terlihat keluar masuk wilayah laut Karimun pada malam hari dan kembali menjelang subuh. Aktivitas tersebut berlangsung tanpa pemeriksaan berarti. Seorang nelayan mengaku sering melihat aktivitas mencurigakan itu, namun tidak pernah melihat adanya patroli atau penindakan dari pihak berwenang.
Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat adanya pembiaran, bahkan kemungkinan adanya perlindungan dari pihak tertentu. Masyarakat menilai, diamnya aparat justru menimbulkan kesan bahwa ada pihak yang kebal hukum di balik aktivitas ini.
Sejumlah pemerhati hukum dan aktivis lingkungan mendesak agar aparat segera bertindak tegas. Menurut mereka, kasus dugaan minyak ilegal di Karimun bukan sekadar pelanggaran biasa, melainkan sudah masuk kategori kejahatan ekonomi yang terorganisir dan merugikan keuangan negara.
Pertanyaan besar kini muncul: siapa sebenarnya di balik jaringan minyak ilegal di Karimun? Apakah Ayong dan Joni hanya pelaku lapangan, atau ada pihak berpengaruh yang mengatur jalannya operasi ini dari balik layar?
Publik berharap penegak hukum berani mengungkap jaringan ini hingga ke akar, bukan hanya menangkap pemain kecil di lapangan. Negara tidak boleh kalah dari mafia energi yang memperkaya diri di atas penderitaan rakyat kecil.
Kasus dugaan minyak ilegal di Karimun jelas melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 53, yang menyebut setiap orang yang melakukan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, atau niaga tanpa izin usaha dapat dipidana hingga 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar. Selain itu, Pasal 480 KUHP tentang penadahan dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU juga dapat diterapkan bila ditemukan aliran dana hasil kegiatan ilegal tersebut.
Publik kini menanti langkah tegas dari Polda Kepri, Polres Karimun, Ditpolairud, dan Kejaksaan Tinggi Kepri untuk menuntaskan kasus ini. Diam berarti memberi ruang bagi pelaku untuk terus beroperasi. Jika aparat serius, bukan hanya pemain lapangan yang ditangkap, tapi juga otak di balik bisnis minyak ilegal yang telah merusak citra penegakan hukum di Karimun.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar