Batam, harian62. Info – Dugaan pelanggaran di dunia hiburan malam kembali mencuat di Kota Batam. First Club Entertainment, salah satu tempat hiburan di kawasan Nagoya, disorot karena diduga melanggar berbagai aturan, mulai dari jam operasional hingga penyiksaan tenaga kerja asing (TKA).
Menurut pemberitaan Sambar.id edisi 15 Oktober 2025, sejumlah pelanggaran disebut terjadi di tempat tersebut, termasuk penampilan tarian erotis, keterlibatan DJ asing tanpa izin, dan kasus penyiksaan terhadap TKA asal Tiongkok.
Ketua Umum Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri, Ismail Ratusimbangan, dalam keterangan yang dikutip Sambar.id, mengatakan pihaknya menerima laporan masyarakat dan mantan karyawan mengenai praktik di First Club Entertainment.
> “Tempat ini sering beroperasi melewati batas waktu yang ditetapkan, bahkan sampai pagi hari. Selain itu, ada laporan mengenai penampilan tarian erotis, keterlibatan DJ asing tanpa izin, hingga dugaan penyiksaan terhadap TKA asal Tiongkok,” ujar Ismail seperti dikutip dari Sambar.id.
Masih menurut laporan media yang sama, kasus penyiksaan terhadap TKA bernama Mr. Ran menjadi sorotan. Korban disebut mengalami kekerasan fisik hingga luka-luka, sebelum akhirnya dipulangkan ke negaranya secara diam-diam setelah dituduh menggelapkan uang perusahaan.
> “Kalau benar ini terjadi, maka ada pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia,” kata Ismail, sebagaimana dimuat Sambar.id.
Dalam laporan itu, disebutkan pula bahwa First Club Entertainment berstatus Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), namun operasionalnya justru dikendalikan oleh manajemen asing.
> “Manajemen asing dipimpin oleh Mr. Ye Mao, General Manager yang bisa mempekerjakan dan memberhentikan karyawan seenaknya. Harusnya ini tidak boleh, karena urusan personalia hanya bisa diurus warga negara Indonesia,” tulis Sambar.id.
Ismail juga menyoroti lemahnya fungsi HRD perusahaan tersebut. Seluruh keputusan terkait kepegawaian disebut harus mendapat persetujuan Andi Yap, yang disebut sebagai pemilik sekaligus pemodal utama.
“Banyak karyawan belum terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Kalau sakit, biaya ditanggung sendiri, surat dokter tidak berlaku, dan kalau absen tetap dipotong gaji. Ini bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan,” tegasnya dalam laporan Sambar.id.
Selain isu tenaga kerja, Sambar.id juga menyoroti potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat lemahnya pengawasan pajak hiburan malam. Pajak hiburan di Batam mencapai 40 persen dari omzet, namun diduga tidak seluruhnya dilaporkan sesuai ketentuan.
> “Pajak hiburan malam ini harus diaudit. Jangan sampai ada kebocoran yang merugikan daerah,” ujar Ismail seperti dikutip media tersebut.
Media lain, BatamToday.com, dalam laporan investigatif sebelumnya juga menyoroti dugaan penyalahgunaan visa kunjungan oleh pekerja asing di sejumlah tempat hiburan malam di Batam.
> “Praktik penyalahgunaan visa kunjungan untuk bekerja masih sering terjadi di tempat hiburan malam. Ini harus menjadi perhatian serius pihak Imigrasi,” tulis BatamToday.com dalam laporannya.
Aliansi LSM Ormas Peduli Kepri disebut berencana meminta DPRD Kota Batam menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk membahas dugaan pelanggaran di First Club Entertainment. Mereka juga mendesak Imigrasi Batam agar membuka data jumlah TKA di perusahaan tersebut, berikut jenis visa dan izin kerjanya.
“Kami ingin tahu apakah keberadaan TKA di sana sesuai aturan. Jika tidak, maka ini harus segera ditindak,” ujar Ismail, dikutip Sambar.id.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT First Mitra Entertainment (Bosman) selaku pengelola First Club Entertainment belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai tudingan tersebut.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar