Dugaan penyalahgunaan kayu mangrove kembali mencuat di Kabupaten Karimun. PT MDP disorot lantaran diduga menggunakan kayu bakau dari kawasan hutan produksi sebagai material pailing proyek galangan kapal di Pulau Durai. Seorang pekerja lapangan bahkan mengakui bahwa kayu bakau memang dipakai untuk kebutuhan proyek tersebut. “Untuk pailing kite memang pakai kayu bakau ni,” ungkapnya kepada wartawan, Selasa (24/9).
Padahal, pemanfaatan hasil hutan kayu tetap wajib mengantongi izin resmi dari pemerintah. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Regulasi tersebut menegaskan bahwa setiap orang atau badan usaha yang melakukan penebangan kayu di kawasan hutan produksi tanpa izin dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan dapat dipidana.
Lebih jauh, ekosistem mangrove memiliki fungsi vital: melindungi pesisir dari abrasi, menjaga kualitas perairan, serta menjadi habitat penting bagi biota laut seperti ikan dan kepiting. Eksploitasi mangrove tanpa kendali akan berdampak langsung pada masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari hasil laut.
Aktivis lingkungan di Karimun menilai kasus Pulau Durai harus segera ditindak aparat penegak hukum. “Kalau pembiaran terus terjadi, maka hutan mangrove akan habis. Ini bukan sekadar soal lingkungan, tapi menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat pesisir,” ujar salah satu aktivis.
Masyarakat sipil mendesak Polres Karimun, Dinas Kehutanan, hingga Balai Gakkum KLHK turun langsung ke lokasi untuk mengusut dugaan penggunaan kayu mangrove oleh PT MDP. Jika terbukti, perusahaan maupun pihak terkait bisa dijerat dengan pidana kehutanan dan pidana lingkungan.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar