Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Mr w
Jumat, 28 November 2025, November 28, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-27T17:51:52Z

Reklamasi Hancurkan Mangrove Tanjung Piayu, Nelayan Merugi dan Pemerintah Diminta Bertindak


Batam, investigasi.info- Aktivitas pematangan lahan dan reklamasi di kawasan mangrove Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Batam, kembali memicu kecaman setelah ditemukan kerusakan ekosistem secara masif. Akar Bhumi Indonesia yang melakukan verifikasi lapangan pada 15 November 2025 menemukan adanya penimbunan mangrove, pendangkalan alur sungai, dan perataan lahan besar-besaran tanpa kejelasan izin dan prosedur analisis dampak lingkungan.


Hasil pemantauan memperlihatkan sekitar 2–3 hektare mangrove telah hilang akibat timbunan, sementara pematangan dan perataan lahan mencapai 8–10 hektare. Titik aktivitas berada di koordinat 0°59'30.1"N 104°04'55.2"E, yang berdekatan dengan kawasan Hutan Lindung Sei Beduk II, sehingga memperkuat dugaan pelanggaran terhadap kawasan konservasi.


Kerusakan itu telah menutup dua alur sungai estuari, yakni Sungai Sabi dan Sungai Perbat. Penutupan alur sungai menyebabkan air menjadi keruh, mengubah bentang alam, memutus aliran air, serta memicu kerusakan ekologis yang langsung berdampak pada masyarakat pesisir. Nelayan Kampung Setengar yang selama ini menggantungkan hidup pada jalur tangkap tradisional kini mengeluhkan hasil laut yang menurun drastis.


“Susah mencari ikan sekarang karena airnya keruh. Kelong kami pun tak ada isinya,” ujar Salma, salah satu nelayan. Nelayan lainnya, Jaelani, menambahkan bahwa pendapatan mereka terjun bebas. “Sekarang sering kali hasil tangkapan tak cukup dijual, hanya cukup untuk lauk makan.”


Putra, warga asli Kampung Setengar, mengatakan kerusakan mulai dirasakan sejak awal 2024 hingga 2025. Ia menegaskan bahwa sungai-sungai telah ditimbun sehingga ketika hujan dua atau tiga hari saja, air berubah menjadi lumpur. “Sekitar 12 kelong terdampak langsung,” ujarnya.


Warga juga mengungkapkan perusahaan tak pernah melakukan sosialisasi dan tidak menyediakan mekanisme kompensasi yang jelas. Putra menyebutkan bahwa perusahaan sempat memberikan uang kompensasi awal sebesar Rp6 juta yang dibagi kepada 14 kepala keluarga, namun setelah itu tidak ada lagi kejelasan. “Sosialisasi pun tidak jelas, dokumen resmi perusahaan tidak pernah kami lihat,” tegasnya.


Kerusakan juga meluas hingga ke area padang lamun dan terumbu karang, yang selama ini menjadi habitat ikan dan penyangga ekosistem laut. Penimbunan menyebabkan lamun rusak, sementara karang yang menjadi tempat ikan berkembang turut terdampak.


Aktivis mangrove dari Rumpun Bakau Indah, Yadi, menyesalkan kejadian tersebut. Ia menuturkan bahwa masyarakat telah menanam mangrove sejak 2022 melalui program BRGM, namun kini semuanya rusak akibat sedimentasi dan reklamasi. “Lumpur mengalir ke laut dan merusak area tanam. Kami hanya meminta agar mangrove yang ditimbun dikembalikan dan direhabilitasi,” ujarnya.


Akar Bhumi Indonesia menegaskan bahwa jika reklamasi memasuki kawasan hutan lindung, pemerintah wajib mengambil tindakan tegas. Organisasi itu menilai kerusakan mangrove selama lima tahun terakhir telah memperburuk kondisi ekologis di Kecamatan Sei Beduk, yang berfungsi sebagai benteng pesisir, penyerap karbon, dan habitat biota laut. Selain merugikan nelayan, degradasi ekosistem ini juga mengancam masa depan Kota Batam sebagai pulau kecil yang rentan terhadap bencana ekologis dan perubahan iklim.


Berdasarkan temuan dan dasar hukum seperti UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Lingkungan Hidup, serta PP 27/2025 tentang Perlindungan Ekosistem Mangrove, Akar Bhumi Indonesia mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan sementara seluruh aktivitas reklamasi hingga izin diverifikasi, melakukan pemulihan ekologis, mengganti kerugian nelayan, memperketat pengawasan, dan menindak tegas pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.


Akar Bhumi Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus ini bersama masyarakat demi memastikan tidak ada lagi kegiatan pemusnahan mangrove dan perubahan bentang pesisir yang mengancam kehidupan warga Kampung Setengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar