Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Minggu, 28 September 2025, September 28, 2025 WIB
Last Updated 2025-09-28T15:15:54Z

Pokir Dewan melalui OPD sah secara hukum dan aturan yang Berlaku

Investigasi Info, Kerinci – Polemik terkait dugaan korupsi proyek Pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) melalui mekanisme pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD terus menjadi sorotan publik. Sejauh ini, publik sudah memahami bahwa Pokir DPRD adalah hal sah secara aturan dan Undang-Undang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Menurut aturan, Pokir DPRD merupakan aspirasi masyarakat yang disampaikan melalui anggota dewan dan kemudian diteruskan kepada OPD terkait untuk ditindaklanjuti. Dengan demikian, penyampaian pokir dari anggota DPRD kepada Dinas teknis adalah hal sah, legal, dan diakui dalam sistem perencanaan pembangunan daerah (musrenbang dan RKPD).

Dimana Letak Kesalahan? Kesalahan menurut sejumlah sumber bukan pada mekanisme penyampaian pokir oleh DPRD, melainkan:
1. Pemecahan tender menjadi beberapa paket kecil (agar tidak masuk kategori lelang besar), yang diduga dilakukan oleh pihak pelaksana teknis.

2. Adanya dugaan mark up dalam pengerjaan proyek, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara (Siapa yang melakukan hal ini)

Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar:
 - Apakah anggota dewan yang mengerjakan proyek tersebut? Tentu Tidak, Anggota Dewan hanya sebagai penyampaian aspirasi masyarakat.
 - Ataukah pihak lain yang memecah tender dan melakukan mark up?

Fakta yang berkembang menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaan proyek, yang terlibat langsung adalah pihak rekanan/kontraktor bersama oknum ASN yang diduga meminjam bendera perusahaan.

Perkembangan Kasus, Hingga kini, Kejari Kerinci telah menetapkan 10 orang tersangka, termasuk dua ASN Pemkab Kerinci, yang diketahui sekaligus pemilik perusahaan yang dipinjamkan untuk proyek tersebut.

Sementara itu, menanggapi pemberitaan sejumlah media terkait isu pengembalian fee dari anggota dewan, > “Secara logika hukum, jika memang ada pengembalian fee, maka itu bisa menjadi indikasi kuat keterlibatan anggota dewan. Namun faktanya, sampai hari ini belum ditemukan dua alat bukti sah dan tidak ada pengembalian fee sama sekali. Artinya, unsur keterlibatan anggota DPRD dalam kasus ini belum terpenuhi dua alat bukti yang sah.”
Mekanisme Pengembalian Fee Menurut Hukum, : Perlu ditegaskan, pengembalian fee atau uang hasil tindak pidana tidak bisa dilakukan sembarangan. Undang-Undang telah mengatur bahwa:
1. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 18 ayat (1) huruf b: Hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
Pasal 18 ayat (2): Pembayaran uang pengganti dilakukan melalui Jaksa, bukan individu.

2. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara: 
Pasal 59 ayat (2): Penyelesaian kerugian negara hanya dapat dilakukan melalui mekanisme resmi oleh pihak berwenang (BPK, APIP, Kejaksaan, atau KPK).

Dengan demikian, pengembalian fee harus melalui Kejaksaan atau instansi resmi negara. Jika uang diserahkan ke individu atau pihak tidak berwenang, maka secara hukum itu bukan pemulihan kerugian negara, melainkan hanya dianggap sebagai sumbangan biasa.

Dasar Hukum yang Relevan: 
1. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
2. UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3)
3. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4. UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Untuk lebih jelasnya bahwa Pokir DPRD adalah mekanisme sah menurut Undang-Undang. Kesalahan hukum tidak terletak pada penyampaian pokir oleh anggota dewan, melainkan pada praktik pelaksanaan proyek di lapangan, yakni dugaan pemecahan tender dan mark up hingga di temukan kerugian Negara.

Hingga kini, belum ada dua alat bukti sah yang menunjukkan keterlibatan langsung anggota DPRD dalam kasus PJU ini, dan apabila ada pengembalian fee, hal tersebut hanya sah jika melalui mekanisme resmi Kejaksaan/KPK untuk pemulihan kerugian negara, bukan ke pihak individu.
Mari kita objektif untuk menyimak proses hukum yang berjalan (legal proceedings" atau "ongoing legal process). 
Mari kita hormati Proses hukum yang sedang berjalan  pihak kejaksaan sudah mengkaji dengan  baik hingga adanya penetapan tersangka yang beberapa hari lagi akan di limpahkan ke Tipikor Persidangan Jambi *IE*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar