Pangkalpinang – Setelah sukses menindak praktik pertambangan timah ilegal di wilayah daratan, Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin menegaskan bahwa langkah tegas berikutnya akan difokuskan pada tambang ilegal di laut, termasuk yang marak terjadi di wilayah Kepulauan Riau (Kepri) dan Bangka Belitung.
Burhanuddin menyebut, penegakan hukum pertambangan belum sepenuhnya tuntas karena baru menyentuh sektor darat. Padahal, di wilayah laut aktivitas penambangan ilegal kian meluas dengan modus dan teknologi yang lebih canggih, terutama di perairan timah seperti Belitung, Karimun, dan Lingga.
“Perambahannya saat ini bukan lagi di darat saja tapi sudah di laut.
Di laut itu teknologinya sangat mudah — disedot, naik, diurai di atas, selesai. Itu semua perlu pengawasan,” tegas Jaksa Agung, didampingi Jampidsus Febrie Adriansyah, usai penyerahan aset hasil korupsi timah senilai Rp300 triliun kepada PT Timah Tbk, Senin (6/10/2025).
Burhanuddin menegaskan bahwa kerugian akibat tambang ilegal di laut tak kalah besar dari darat, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan. Selain menimbulkan kerusakan ekosistem pesisir dan biota laut, aktivitas tambang ilegal juga merusak ruang tangkap nelayan serta menyebabkan kebocoran penerimaan negara yang masif.
Tambang Laut Kepri Jadi Sorotan
Wilayah Kepulauan Riau disebut sebagai salah satu titik rawan tambang ilegal di laut, terutama di kawasan Pulau Kundur, Karimun, dan Lingga, di mana sejumlah kapal isap produksi (KIP) beroperasi tanpa izin resmi. Aktivitas ini diduga melibatkan oknum perusahaan dan jaringan mafia timah lintas provinsi.
Sejumlah laporan dari aktivis lingkungan dan nelayan juga menyebutkan bahwa tambang laut ilegal di Kepri telah menghancurkan terumbu karang dan mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir.
Karena itu, langkah Jaksa Agung untuk memperluas penegakan hukum ke wilayah laut dinilai sangat tepat dan mendesak.
“Wacana kami dengan Pak Kasum seperti itu, membentuk Satgas tetap. Tapi untuk sekarang, Satgas PKH masih akan menyampaikan laporan terlebih dahulu ke Presiden,” ujar Burhanuddin.
Jaksa Agung mengusulkan agar Satgas PKH (Penertiban Kawasan Hutan) dibentuk secara tetap atau permanen, agar mampu melakukan pengawasan lintas wilayah, termasuk laut. Satgas ini diharapkan menjadi garda depan dalam pemberantasan tambang ilegal, baik di darat maupun di laut Kepri dan Babel.
Langkah tersebut menegaskan komitmen Kejaksaan Agung untuk memutus rantai mafia tambang timah yang selama ini menjadi sumber kerugian negara, korupsi, dan bencana ekologis di wilayah pesisir Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar