Batam, investigasi.info — Aktivitas cut and fill atau penimbunan lahan di Kota Batam kembali menjadi perhatian serius publik. Di tengah pesatnya pembangunan dan ekspansi lahan industri, muncul persoalan mendasar yang belum dijawab secara jujur oleh pemerintah: mengapa begitu banyak kegiatan penimbunan berlangsung tanpa kejelasan izin dan tanpa keterbukaan informasi kepada masyarakat?
Pemerintah Kota Batam (Pemko Batam) di bawah kepemimpinan Amsakar Achmad dan Li Claudia, bersama Badan Pengusahaan Batam (BP Batam), dinilai gagal menjaga transparansi dalam pengawasan dan penerbitan izin cut and fill. Sejumlah titik penimbunan terlihat aktif dengan aktivitas alat berat siang dan malam, namun tidak ada papan proyek, sosialisasi, ataupun keterangan resmi terkait legalitas kegiatan tersebut. Kondisi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa masih banyak proyek cut and fill yang berjalan tanpa izin resmi.
Masyarakat di sekitar lokasi penimbunan mengaku tidak pernah mendapatkan penjelasan apapun dari pihak pemerintah, BP Batam, maupun pelaksana proyek. “Kami tidak tahu siapa yang menimbun dan untuk apa. Setiap hujan, air jadi meluap ke rumah warga karena parit tersumbat. Tapi pemerintah diam saja,” ujar salah satu warga di kawasan Batu Aji.
Minimnya transparansi Pemko Batam dan BP Batam dalam urusan cut and fill terlihat dari sulitnya akses informasi publik yang berkaitan dengan izin dan pengawasan. Padahal, berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak mengetahui setiap kegiatan pembangunan yang berdampak pada tata ruang dan lingkungan hidup.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa ada praktik pengaturan dan permainan di balik proses perizinan cut and fill di Batam. Beberapa lokasi yang dulunya merupakan area resapan air kini telah berubah menjadi tumpukan tanah hasil reklamasi darat, sementara dokumen perizinannya tak pernah muncul ke publik. Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan besar: apakah Pemko Batam dan BP Batam sengaja menutup-nutupi data tersebut, atau justru tidak memiliki kendali penuh terhadap aktivitas di lapangan?
Pemerhati lingkungan dan tata ruang menilai, lemahnya transparansi ini menjadi sinyal bahaya. “Cut and fill tanpa izin jelas berarti merusak tata ruang kota. Kalau pemerintah tidak terbuka, itu sama saja membiarkan kerusakan terjadi,” tegas seorang aktivis lingkungan di Batam.
Selain berdampak pada kerusakan lingkungan, kegiatan cut and fill ilegal juga berpotensi merugikan negara melalui hilangnya potensi pajak dan retribusi daerah. Namun yang paling fatal adalah hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Ketertutupan informasi dan lemahnya pengawasan membuat publik mulai meragukan komitmen Pemko Batam dan BP Batam dalam menegakkan prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Kini masyarakat menunggu langkah nyata dari Amsakar Achmad, Li Claudia, serta pimpinan BP Batam untuk membuka seluruh data izin cut and fill secara transparan. Pemerintah tidak bisa lagi bersembunyi di balik alasan prosedural atau teknis. Keterbukaan adalah tanggung jawab, bukan pilihan. Dan jika transparansi terus diabaikan, maka proyek pembangunan di Batam hanya akan menjadi simbol ketimpangan antara kepentingan politik dan kepentingan rakyat.
Awak media investigasi info masih mencoba untuk menghubungi kepala bp dan walikota batam, dengan keterbukaan cut and fill di kota batam
 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar