Lahan manggrove yang di penjual belikan di sugi
Karimun, investigasi. Info —Kasus korupsi penerbitan 44 surat sporadik fiktif di Desa Sugie, Kecamatan Sugie Besar, kini menimbulkan pertanyaan baru di tengah masyarakat. Setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun menahan dua tersangka, yakni Kepala Desa Sugie berinisial M dan tokoh masyarakat berinisial Dj, publik mulai bertanya: bagaimana dengan pihak yang membeli atau menerima manfaat dari lahan tersebut?
Dari hasil penyidikan Kejari Karimun, kedua tersangka diduga menerbitkan puluhan surat keterangan penguasaan tanah tanpa verifikasi, pengukuran, maupun pencatatan resmi di buku register desa. Bahkan, sebagian nama dalam surat tersebut bukan warga Desa Sugie, dan ada yang menggunakan identitas orang lain untuk memuluskan penerbitan.
Lebih parah lagi, lahan yang diklaim sebagai milik warga itu diketahui berada di kawasan mangrove dan hutan lindung — area yang seharusnya tidak bisa diterbitkan sporadik.
Kepala Kejari Karimun Denny Wicaksono menyebutkan, pihaknya telah menemukan cukup bukti untuk menetapkan M dan Dj sebagai tersangka. Keduanya kini ditahan di Rutan Kelas IIB Tanjungbalai Karimun selama 20 hari ke depan.
Namun, di tengah langkah tegas kejaksaan itu, muncul tanda tanya besar dari masyarakat Karimun:
“Kalau sporadik itu dijual atau sudah berpindah tangan, kenapa pembeli atau penerima manfaatnya tidak ikut diperiksa? Apakah mereka juga tidak punya tanggung jawab hukum?”
Pertanyaan ini ramai muncul di berbagai forum dan media sosial, menyoroti potensi keterlibatan pihak lain yang mungkin menikmati keuntungan dari penerbitan lahan ilegal tersebut.
Kejari Karimun sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait kemungkinan adanya tersangka tambahan dari kalangan pembeli lahan atau pihak investor.
“Penegakan hukum ini akan terus dikembangkan. Tidak menutup kemungkinan jika ditemukan bukti baru, penyidikan akan diperluas,” ujar Denny menegaskan.
Kasus Desa Sugie ini kini menjadi sorotan publik karena dianggap mencerminkan carut-marut tata kelola lahan desa dan lemahnya pengawasan administrasi pertanahan di daerah.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar