Batam, investigasi. Info — Kasus penyelundupan dan dugaan penimbunan limbah B3 elektronik yang terbongkar di Pelabuhan Batu Ampar awal Oktober 2025 kini menjadi sorotan tajam publik. Satu bulan berlalu, tak ada kejelasan hukum, tak ada tersangka, dan tak ada langkah nyata dari aparat maupun instansi terkait. Di tengah diamnya aparat, suara masyarakat semakin lantang: “Di mana ketegasan pemerintah kota? Di mana gebrakan Amsakar–Li Claudia?”
Sumber terpercaya menyebut, Perusahaan Logam Internasional yang berlokasi di kawasan Sei Binti, Sagulung, diduga kuat terlibat dalam penyelundupan dan penimbunan limbah B3 elektronik tersebut. Perusahaan ini disebut menjadi salah satu penerima limbah berbahaya yang dikirim melalui kontainer dari luar negeri dan ditangkap aparat di Pelabuhan Batu Ampar.
“Limbah B3 yang ditangkap di Batu Ampar itu salah satunya dari perusahaan ini,” ungkap sumber yang mengetahui aktivitas tersebut, Jumat (31/10/2025) pukul 13.30 WIB.
Lebih parah lagi, di lapangan ditemukan dugaan penimbunan limbah B3 secara ilegal di area depan pabrik, yang berdampingan langsung dengan pemukiman warga. Limbah elektronik beracun itu dikubur dalam lubang besar, dipagari beton, dan bagian atasnya dicor — seolah ingin menghapus jejak aktivitas berbahaya itu dari pandangan publik.
“Ini bahan berbahaya. Ditimbun di dekat rumah warga pula. Sangat berisiko bagi kesehatan,” tegas sumber tersebut.
Limbah elektronik diketahui mengandung logam berat seperti timbal, merkuri, arsenik, dan kadmium — senyawa beracun yang bisa mencemari tanah, air, dan udara. Padahal Indonesia telah memiliki aturan ketat melalui UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta PP No. 22 Tahun 2021, yang jelas melarang aktivitas impor dan penimbunan limbah berbahaya tanpa izin.
Namun ironisnya, setelah penangkapan kontainer berisi limbah diduga asal Amerika itu, sumber menyebut bahwa aktivitas perusahaan tidak berhenti.
“Mereka hanya ganti cara. Sekarang sisa bahan elektroniknya ditimbun, bukan lagi dikirim keluar,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi, petugas keamanan perusahaan enggan memberikan keterangan. “Saya tidak tahu, atasan sedang keluar,” ujarnya singkat sambil menolak menjawab pertanyaan soal area yang dicor di depan pabrik.
Sementara itu, pihak Bea Cukai Batam hingga kini belum mengumumkan siapa pemilik resmi kontainer yang diamankan, maupun hasil penyelidikan terhadap kasus tersebut.
Kini publik bertanya:
Mengapa kasus sebesar ini tiba-tiba senyap?
Apakah ada kekuatan besar yang berusaha menutupi keterlibatan Perusahaan Logam Internasional?
Mengapa Bea Cukai belum membuka hasil penyelidikan secara transparan?
Apakah Dinas Lingkungan Hidup sudah turun langsung ke lokasi penimbunan untuk membuktikan dugaan pencemaran?
Dan yang paling penting — siapa sebenarnya aktor di balik bisnis kotor limbah beracun ini?
Warga sekitar Sei Binti mulai gelisah. Mereka khawatir air tanah dan udara di sekitar tempat tinggal mereka telah tercemar akibat aktivitas penimbunan limbah tersebut. “Kami takut, jangan sampai kami hidup di atas racun,” ujar salah seorang warga dengan nada cemas.
Di tengah keresahan itu, publik menanti langkah nyata dari Wali Kota Batam Amsakar Achmad dan Wakil Wali Kota Li Claudia Chandra. Keduanya dikenal vokal soal kebersihan dan tata kelola kota, bahkan pernah menegaskan bahwa “Batam bukan tempat tong sampah.” Kini, pernyataan itu sedang diuji — apakah Amsakar–Li Claudia benar-benar akan menunjukkan ketegasan terhadap pelaku pencemaran, atau hanya diam di bawah bayang-bayang kepentingan industri besar.
Apakah Pemerintah Kota Batam akan berani membongkar lokasi penimbunan dan menindak perusahaan yang diduga terlibat?
Apakah Bea Cukai dan aparat penegak hukum berani mengumumkan nama-nama yang bermain di balik impor limbah ini?
Dan apakah rakyat Batam akan terus menjadi korban pencemaran tanpa keadilan?
Pertanyaan-pertanyaan itu kini menggantung di udara Batam — kota industri yang kian terancam berubah menjadi kota limbah jika penegakan hukum hanya menjadi slogan.
Masyarakat tidak butuh janji, mereka menunggu gebrakan nyata Amsakar–Li Claudia untuk membuktikan bahwa Batam masih punya pemimpin yang berani melindungi rakyatnya dari racun industri dan kerakusan korporasi.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar