Investigasi Info –Kerinci - Kayu Aro.
Proyek pengaspalan yang bersumber dari pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD kab.Kerinci Provinsi Jambi Dapil 2 Kayu Aro di Desa Sungai Lintang, Sungai Jambu, dan Kersik Tuo kembali menjadi sorotan publik. Beredar kuat informasi bahwa paket pekerjaan ini diduga dikuasai oleh satu kontraktor yang disebut-sebut berasal dari wilayah tengah kab.Kerinci.
Tim media yang turun ke lokasi menemukan sejumlah indikasi ketidaksesuaian teknis. Prime coat dan tack coat tampak tidak merata, sementara ketebalan hamparan aspal terindikasi tidak sesuai standar, padahal kondisi tanah dasar memegang peran penting dalam menentukan kualitas dan daya tahan jalan. Apabila lapisan tanah tidak stabil, diperlukan ketebalan aspal yang lebih besar untuk mencegah kerusakan dini.
Minimnya penerapan standar teknis tersebut menimbulkan pertanyaan:
Apakah pekerjaan hanya mengejar penyelesaian agar pokir terlaksana, tanpa mengutamakan mutu?
Belum Diketahui Siapa Anggota Dewan Pemilik Pokir
Hingga berita ini dipublikasikan, media ini belum memperoleh informasi resmi mengenai siapa anggota DPRD nkab.Kerinci yang mengusulkan atau memiliki pokir pada proyek tersebut.
Ketiadaan data ini semakin memperkuat desakan publik agar pihak terkait membuka informasi secara transparan agar tidak menimbulkan spekulasi berkepanjangan.
Potensi Sanksi Pidana :
Jika terbukti terdapat penyimpangan, sejumlah ketentuan hukum dapat diberlakukan, antara lain:
1. UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 (Tipikor)
– Pihak yang dengan sengaja memperkaya diri sendiri atau orang lain hingga merugikan keuangan negara dapat dipidana hingga 20 tahun penjara.
– Termasuk tindakan pengurangan volume, pengurangan kualitas, atau pekerjaan yang tidak sesuai kontrak.
2. UU No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi
– Mengatur sanksi administratif dan pidana bagi penyedia maupun pengguna jasa bila pekerjaan tidak memenuhi standar mutu dan membahayakan publik.
3. Pasal 55 KUHP
– Berlaku bagi mereka yang turut serta, memerintahkan, atau ikut melakukan dalam tindak pidana terkait proyek negara.
Temuan di lapangan ini memperkuat harapan masyarakat agar APH, Inspektorat, dan BPK RI melakukan audit teknis dan pemeriksaan mendalam untuk memastikan tidak adanya praktek monopoli, penyimpangan, atau potensi kerugian negara.
Pembangunan yang lahir dari uang rakyat seharusnya memberikan kualitas terbaik bagi masyarakat desa, bukan meninggalkan persoalan baru akibat pengerjaan yang diduga asal jadi.*IE*

Tidak ada komentar:
Posting Komentar