Praktik rangkap jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai anggota Badan Musyawarah (Bamus) Nagari kembali menuai kritik tajam. Di Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, lima ASN tercatat menjabat dalam struktur Bamus di lima nagari:
Cubadak Barat
Cubadak Tengah
Cubadak Timur
Simpang Tinang Selatan
Simpang Tonang Induk
Kondisi ini dinilai mencederai demokrasi lokal, sekaligus memperkuat cengkeraman birokrasi terhadap ruang representasi warga. LSM P2NAPAS (Perkumpulan Pemuda Nusantara Pas-Aman) menyebut fenomena ini sebagai rekayasa demokrasi gaya baru yang diselimuti prosedur legal namun kosong secara etika.
“Ketika ASN yang loyal pada atasan duduk di forum rakyat, maka kritik mati sebelum dilahirkan. Ini bukan musyawarah warga, ini forum pengukuhan kebijakan atas nama partisipasi,” ujar Oloan Harahap, Anggota DPP P2NAPAS, Selasa (30/7).
Peringatan Tegas: Jangan Warisi Kesalahan Lama
P2NAPAS meminta Bupati Pasaman saat ini untuk tidak mewarisi dan mengadopsi kebijakan politik warisan pemerintahan sebelumnya, yang membuka ruang ASN masuk dalam lembaga musyawarah nagari.
“Bupati yang baru jangan mengulangi pola pemerintahan lama yang menyamakan Bamus dengan alat kontrol pemerintahan. Rakyat butuh pemimpin yang punya keberanian memulihkan demokrasi, bukan melestarikan kepalsuannya,” kata Oloan.
Bamus Dikendalikan, Aspirasi Dimatikan
Bamus, sebagai lembaga perwakilan di tingkat nagari, seharusnya menjadi cermin keberagaman suara rakyat. Tapi ketika ASN mendominasi komposisi keanggotaan, independensi lembaga tersebut patut dipertanyakan.
“Tidak masuk akal jika petani, pemuda, dan tokoh adat terpinggirkan, hanya karena tak punya akses ke jaringan birokrasi. Ini demokrasi yang cacat dari hulu,” sindir Oloan.
Legal Tapi Tidak Legitim
Meski pemerintah daerah beralasan bahwa tidak ada aturan yang secara eksplisit melarang ASN menjadi anggota Bamus, P2NAPAS menegaskan bahwa legalitas tanpa legitimasi rakyat adalah bentuk kekuasaan yang menyesatkan.
“Masalahnya bukan sekadar boleh atau tidak secara hukum, tapi patut atau tidak secara etika. Kalau ASN jadi pengambil keputusan rakyat, siapa yang mengontrol pemerintah?” tegas Oloan.
P2NAPAS Desak Evaluasi Total
P2NAPAS mendesak evaluasi menyeluruh atas rekrutmen anggota Bamus, khususnya di Kecamatan Dua Koto. Partisipasi ASN sebaiknya dibatasi sebagai fasilitator teknis, bukan pengambil kebijakan.
Jika tidak, demokrasi di tingkat nagari hanya akan menjadi simulasi prosedural, bukan ruang partisipasi substantif.
“Kami tidak butuh demokrasi pura-pura. Kami butuh pemimpin daerah yang berani membersihkan warisan birokrasi yang membajak suara rakyat,” pungkas Oloan.
By : (Yuharlan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar