Tanjungpinang, investigasi. Info – Aktivitas hiburan beraroma judi di jantung Kota Tanjungpinang kian terang-terangan, namun aparat penegak hukum seolah tutup mata.
Pinang City Walk (PCW), yang dulunya dikenal sebagai Pujasera, kini berubah wajah menjadi arena permainan yang sarat dengan unsur perjudian. Setiap malam, mulai pukul 20.00 WIB hingga 03.00 dini hari, lokasi ini ramai pengunjung yang ikut serta dalam berbagai permainan, mulai dari KIM (tebak angka lewat lagu), rolet, Black Jack (21), hingga tebak angka dua dan empat digit.
Pantauan langsung di lokasi menunjukkan hadiah yang ditawarkan berupa kotak handphone yang bisa langsung ditukar dengan uang di bagian belakang arena. Untuk permainan Black Jack, peserta wajib menukar uang ke koin chip, yang bisa diuangkan kembali apabila menang. “Sudah lama main seperti ini, kalau menang tinggal tukar,” ungkap seorang pemain yang enggan disebutkan namanya.
Padahal, regulasi hukum sudah jelas melarang. UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian serta Pasal 303 KUHP menegaskan bahwa segala bentuk perjudian, baik terbuka maupun terselubung, adalah tindak pidana. Namun, keberadaan perjudian di ruang publik justru dibiarkan beroperasi tanpa hambatan.
Kondisi ini tak hanya menyalahi hukum, tetapi juga memicu masalah sosial. Dari penyalahgunaan uang keluarga, potensi kriminalitas, hingga kerentanan generasi muda terhadap kecanduan judi, dampaknya bisa merembet luas. Lebih ironis lagi, pembiaran ini mencoreng wajah Tanjungpinang sebagai kota budaya yang dikenal dengan julukan “Gurindam”.
Masyarakat menilai, seharusnya kepolisian dan pemerintah daerah segera turun tangan. Jika praktik perjudian di ruang terbuka terus dibiarkan, maka hukum hanya akan dipandang sebagai formalitas tanpa wibawa, sementara ruang publik berubah menjadi pusat judi terselubung yang merusak tatanan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar