Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Mr w
Sabtu, 27 September 2025, September 27, 2025 WIB
Last Updated 2025-09-27T03:11:43Z

Skandal Cut and Fill Batam: Polda Kepri dan BP Batam Ditantang Usut Tuntas

 



Batam, investigasi.info – Aktivitas cut and fill atau pemotongan bukit di kawasan Teluk Mata Ikan, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, kembali menjadi sorotan tajam. Proyek yang disebut-sebut dikelola PT Seri Indah untuk pembangunan resort itu kini dipertanyakan legalitasnya, baik oleh insan pers maupun masyarakat sekitar.


Warga, khususnya nelayan, menuding aktivitas tersebut sudah merusak ekosistem pesisir. Setiap kali hujan turun, limbah tanah dari lokasi cut and fill diduga langsung mengalir ke laut dan mencemari biota laut yang selama ini menjadi sumber nafkah nelayan.


“Kalau benar ada izin, mestinya ada konsultasi publik. Kami tidak pernah dilibatkan,” tegas seorang warga Teluk Mata Ikan, Jumat (27/9/2025).


Pantauan lapangan menunjukkan adanya papan pengawasan dari BP Batam. Namun, papan proyek resmi yang memuat izin atau legalitas PT Seri Indah tak ditemukan di lokasi. Lahan yang digarap diperkirakan mencapai puluhan hektare, dan aktivitas cut and fill disebut sudah berjalan lebih dari setahun. Ironisnya, hingga kini belum ada peninjauan langsung dari Pemerintah Kota Batam. Baik Wali Kota Muhammad Rudi maupun Wakil Wali Kota Amsakar Achmad terkesan tutup mata, meski sebelumnya mereka turun langsung ke lokasi cut and fill ilegal di Teluk Tering dan sekitar Hotel Vista.


Warga menduga kuat proyek ini tak mengantongi dokumen lingkungan seperti UKL-UPL, SPPL, atau AMDAL. Padahal, dokumen itu wajib diproses melalui mekanisme konsultasi publik. Ketidakjelasan ini memunculkan tanda tanya besar: apakah PT Seri Indah benar-benar mendapat perlindungan dari oknum tertentu?


“Kami berharap Kapolda Kepri, Irjen Asep, segera menurunkan Ditkrimsus untuk sidak. Kalau pemerintah daerah tidak berani menindak, kami minta Mabes Polri turun tangan. Bahkan Menteri ATR juga harus melihat langsung, karena dugaan praktik ilegal ini sudah terlalu terang-terangan,” ungkap seorang warga lainnya.


Sesuai aturan, aktivitas cut and fill di Batam harus mendapat izin dari BP Batam, plus rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Lahan di atas 5 hektare wajib mengantongi AMDAL. Sementara itu, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan bahwa setiap kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan wajib melalui kajian dampak lingkungan serta melibatkan masyarakat terdampak. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan hal sebaliknya. Pengawasan BP Batam dan Pemko Batam dinilai lemah, bahkan nyaris tidak ada tindakan berarti.


Polemik cut and fill di Batam bukan cerita baru. Tahun 2023, Pemko Batam sempat menghentikan kegiatan di Teluk Tering karena tak memiliki dokumen lingkungan lengkap. Begitu juga di kawasan Hotel Vista, warga memprotes banjir lumpur akibat proyek serupa. Laporan WALHI Kepri bahkan menegaskan, banyak proyek cut and fill di Batam berjalan tanpa prosedur jelas, karena lemahnya pengawasan aparat.


Pers menegaskan akan terus melakukan pemantauan independen terhadap proyek Teluk Mata Ikan. Publik menunggu apakah ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, atau kasus ini akan berakhir seperti polemik serupa yang senyap di tengah jalan. Bagi warga Teluk Mata Ikan, masalah cut and fill bukan sekadar tata ruang. Ini soal masa depan nelayan dan kelestarian lingkungan pesisir Batam yang semakin terancam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar