Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Mr w
Minggu, 09 November 2025, November 09, 2025 WIB
Last Updated 2025-11-08T17:47:20Z

Drama OTT KPK dan Operasi Senyap Kejagung: Siapa yang Kini Benar-Benar Menyelamatkan Uang Negara?




Penulis: Al-Azhar Yusuf, S.H., M.H

Praktisi Hukum


Investigasi. Info - Ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lahir, lembaga ini dipuja sebagai manifestasi harapan rakyat terhadap tegaknya supremasi hukum. Ia bukan sekadar institusi, melainkan simbol moral bangsa dalam melawan kejahatan luar biasa bernama korupsi. Tujuan pembentukannya tegas dan mulia: memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, sekaligus menyelamatkan uang negara dari para predator berbaju kekuasaan.


Pada masa keemasannya, KPK berdiri tegak tanpa gentar. Siapa pun bisa disentuh — menteri, jenderal, kepala daerah, hingga pejabat tinggi negara. Tak ada kompromi, tak ada drama. Yang ada hanyalah keberanian dan keadilan yang ditunjukkan melalui fakta hukum. Operasi tangkap tangan (OTT) kala itu bukan sekadar atraksi hukum, melainkan instrumen efektif yang menegaskan bahwa hukum benar-benar bekerja.


Namun, kini publik menyaksikan babak berbeda. Lembaga yang dulu disegani, kini justru tampak kehilangan orientasi. OTT masih dilakukan, tetapi dengan nilai tangkapan yang jauh dari kata signifikan. Sementara di sisi lain, penegakan hukum KPK mulai beraroma selektif dan sarat nuansa politis. Keberanian yang dulu menjadi roh KPK kini digantikan oleh pertunjukan simbolik — penuh sorotan kamera, minim substansi.


Kontras dengan itu, Kejaksaan Agung justru melangkah dalam diam. Di bawah kepemimpinan Jaksa Agung ST Burhanuddin, lembaga ini tampil dengan pendekatan yang berbeda: senyap tapi berdampak. Kasus demi kasus besar dibongkar dengan nilai kerugian negara yang mencengangkan — mulai dari korupsi timah, kasus BTS Kominfo, hingga praktik-praktik culas lain yang selama ini tersembunyi di balik jaringan kekuasaan.


Bukan ratusan juta atau miliaran, tetapi puluhan hingga ratusan triliun rupiah berhasil diselamatkan. Semua itu dilakukan tanpa teatrikal, tanpa euforia, tanpa kamera yang selalu siap menyorot.


Perbandingan ini menimbulkan refleksi mendalam: apakah semangat pemberantasan korupsi kini telah berpindah tangan? Apakah taring penegakan hukum yang dulu menjadi kebanggaan KPK kini justru dimiliki oleh Kejaksaan Agung?


Dalam perspektif hukum tata negara, keberadaan lembaga seperti KPK dan Kejaksaan semestinya saling melengkapi, bukan bersaing dalam popularitas. Namun fakta di lapangan menunjukkan, integritas kini lebih berbicara daripada institusionalitas. Rakyat kini menilai dari hasil konkret: seberapa besar uang negara yang kembali, seberapa tegas hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.


KPK seharusnya merenung. Bahwa kredibilitas tidak dibangun dari banyaknya panggung pemberitaan, melainkan dari konsistensi moral dan keberanian menegakkan hukum tanpa kepentingan.


Karena pada akhirnya, yang dibutuhkan bangsa ini bukan tontonan penegakan hukum — melainkan kinerja yang benar-benar menegakkan keadilan.

Yang rakyat rindukan bukan sekadar “aksi tangkap tangan”, tetapi restorasi kepercayaan bahwa hukum masih menjadi alat pembebasan dari korupsi yang telah mengakar dalam sendi-sendi kekuasaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar