Iklan

DAFTAR WARTAWAN DISINI oleh redaksi investigasi
Mr w
Jumat, 26 Desember 2025, Desember 26, 2025 WIB
Last Updated 2025-12-26T14:34:58Z

Anggota DPRD Kepri Wahyu wahyudin, SE MM Dorong RDP, Izin Kapal Nelayan Batam Tak Kunjung Jelas, BP Batam Dinilai Tak Kooperatif


 Batam, investigasi. Info - Persoalan sulitnya perizinan kapal nelayan berukuran 6–30 Gross Ton (GT) di Kota Batam kembali mencuat. DPRD Provinsi Kepulauan Riau mengaku telah menerima sejumlah laporan dan pengaduan dari nelayan yang terdampak langsung akibat izin berlayar yang tak kunjung terbit, hingga membuat mereka terpaksa menganggur selama berbulan-bulan.

Anggota DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, SE., MM, mengungkapkan bahwa laporan pertama ia terima sejak Oktober 2025. Saat itu, sejumlah kapal nelayan diketahui telah mengurus perizinan melalui Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kepri, namun izin tersebut tidak juga diterbitkan.

“Bulan Oktober saya menerima laporan dari nelayan. Saya telusuri, dan informasinya saat itu masih dalam proses. Bahkan persoalan ini sempat dimuat di media,” ujar Wahyu.

Namun persoalan tersebut tidak berhenti di situ. Pada 20 November 2025, Wahyu kembali menerima keluhan lanjutan dan turun langsung menemui para nelayan di Pelabuhan Sagulung, Batam. Dari hasil pengecekan di lapangan, seluruh dokumen kapal dinyatakan lengkap, namun izin berlayar telah habis masa berlakunya.

“Saya cek langsung dokumen kapal mereka, lengkap. Tapi izin berlayar sudah habis. Akibatnya mereka menganggur dan tidak bisa melaut,” ungkapnya.

Keluhan terus berulang. Bahkan pada hari ini, sejumlah nelayan kembali mendatangi Wahyu untuk mempertanyakan progres perizinan yang selama ini hanya dijawab dengan kata menunggu tanpa kepastian waktu.

Wahyu menjelaskan bahwa dirinya telah mengawal persoalan ini melalui DKP Kepri dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kepri. Namun proses perizinan mentok akibat ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 25, 28, dan 47, yang menyerahkan seluruh kewenangan perizinan di wilayah Batam kepada BP Batam.

“Semua perizinan untuk Batam diserahkan ke BP Batam. Ini yang menjadi kendala utama,” jelasnya.

Lebih lanjut, Wahyu menilai adanya hambatan birokrasi serius yang mengarah pada dugaan sikap tidak kooperatif dari pihak BP Batam. Ia mengaku telah beberapa kali mencoba mengajak pertemuan dengan pihak terkait di BP Batam, namun tidak mendapatkan respons.

“Saya sudah beberapa kali mengajak pertemuan dengan PIC BP Batam, tapi tidak ada jawaban. Sepertinya mereka enggan bertemu dengan saya,” tegasnya.

Menurutnya, posisi BP Batam yang berada langsung di bawah kementerian membuat DPRD Provinsi Kepri memiliki keterbatasan kewenangan dalam melakukan intervensi.

“Mungkin karena BP Batam di bawah kementerian, jadi tupoksinya DPR RI. Atau ada hal lain yang saya sendiri belum pahami,” tambahnya.

Wahyu menilai, seharusnya terdapat diskresi kebijakan untuk menyelamatkan mata pencaharian nelayan, terlebih jika sistem perizinan melalui OSS belum sepenuhnya siap.

“Sebenarnya ini sederhana. Jika aplikasi OSS belum siap, BP Batam bisa mengeluarkan surat manual sementara, lalu dimintakan persetujuan lintas instansi seperti Syahbandar Perikanan, PSDKP, DKP Kepri, PTSP Kepri, Polairud, TNI AL, dan Bakamla,” paparnya.

Ia menegaskan bahwa instruksi Presiden sudah sangat jelas, yakni perizinan tidak boleh dipersulit, terutama bagi nelayan kecil dan menengah.

Wahyu juga mengaku sempat optimistis persoalan ini akan selesai pada November lalu setelah melakukan koordinasi dengan DKP Kepri, BP Batam, hingga Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Kepri. Bahkan saat itu disebutkan akan ada pertemuan antara BP Batam dan jajaran Pemerintah Provinsi Kepri, termasuk Wakil Gubernur Kepri. Namun hingga kini, persoalan tersebut belum juga tuntas.

“Waktu itu saya kira sudah selesai. Katanya akan diadakan pertemuan. Tapi sampai hari ini tidak juga selesai,” katanya.

Sementara itu, DPRD Kepri hingga kini belum menggelar Rapat Dengar Pendapat khusus dengan BP Batam terkait persoalan tersebut. Kondisi ini memicu kekecewaan nelayan, yang disebut telah menyampaikan rencana aksi demonstrasi apabila izin kapal tidak segera diterbitkan.

“Informasi dari nelayan, mereka menyampaikan akan melakukan aksi demonstrasi jika izin belum juga keluar,” ungkap Wahyu.

Berdasarkan data yang dihimpun, jumlah kapal nelayan yang terdampak mencapai 142 unit, dengan rincian 43 kapal berukuran 6–10 GT dan 99 kapal berukuran 11–30 GT. Mandeknya perizinan ratusan kapal nelayan ini menjadi sorotan serius publik karena berdampak langsung terhadap ekonomi masyarakat pesisir dan dinilai bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi serta pelayanan publik yang berpihak pada rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar