Batam, investigasi. Info— Terungkapnya kasus tiga kontainer bermuatan mesin pembuat rokok dan pakaian jadi ex impor ilegal yang diamankan Bea Cukai di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, dinilai sebagai indikasi lemahnya koordinasi pengawasan kepabeanan di wilayah Kepulauan Riau.
Dua dari tiga kontainer tersebut diduga milik pengusaha asal Batam berinisial AP dan TS. Informasi yang beredar menyebutkan barang-barang tersebut berasal dari Batam, dikirim ke Tanjungpinang melalui jalur ekspedisi, sebelum akhirnya terdeteksi di Jakarta.
Menanggapi kasus tersebut, Wahyu Wahyudin menilai lolosnya barang ilegal itu menunjukkan tidak sinkronnya sistem pengawasan dan pertukaran data antara Bea Cukai Batam dan Bea Cukai Tanjungpinang.
“Jika pengawasan dan koordinasi antarwilayah berjalan optimal, semestinya pergerakan kontainer bermuatan barang berisiko tinggi dapat terdeteksi sejak awal,” ujar Wahyu, Senin (15/12/2025).
Ia menilai lemahnya integrasi data manifes, pengawasan distribusi antarpelabuhan, serta pemetaan risiko menjadi faktor yang membuka celah peredaran barang ilegal. Menurutnya, kondisi ini tidak bisa dilihat sebagai kesalahan teknis semata, tetapi perlu dievaluasi sebagai bagian dari sistem pengawasan kepabeanan secara menyeluruh.
“Wilayah seperti Batam memiliki karakteristik khusus sebagai kawasan perbatasan. Tanpa pengawasan yang terintegrasi dan disiplin, potensi penyelundupan akan terus berulang,” katanya.
Wahyu juga menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan lintas pelabuhan, termasuk audit internal dan penguatan koordinasi antarunit Bea Cukai, agar kejadian serupa tidak kembali terjadi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Bea Cukai Batam dan Bea Cukai Tanjungpinang belum memberikan keterangan resmi terkait penilaian tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar