Medan, Investigasi.info -
Ketua DPW Partai Gema Bangsa Sumatera Utara, Ary Oskandar, menyuarakan protes keras terhadap keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan empat pulau di perairan barat daya Aceh—Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang—ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. (13 Juni 2025)
Ary secara tegas mendesak pemerintah pusat untuk membatalkan atau menangguhkan keputusan tersebut, seraya meminta dilakukannya kajian ulang yang independen dan partisipatif.
Melanggar Undang-Undang dan Sejarah Aceh
Menurut Ary, keputusan administratif tersebut bertentangan secara langsung dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. UU ini secara eksplisit menetapkan batas wilayah Aceh, termasuk pesisir dan kepulauan di barat daya, tanpa memberikan ruang bagi pengalihan wilayah ke provinsi lain.
Selain itu, Ary menyoroti bahwa masyarakat Aceh Singkil telah mengelola dan beraktivitas secara turun-temurun di pulau-pulau tersebut. Menurutnya, pemetaan geospasial tidak bisa digunakan sebagai satu-satunya acuan dalam penetapan wilayah administratif, apalagi jika mengabaikan realitas historis dan sosial masyarakat lokal.
Geografi dan Budaya Mendukung Klaim Aceh
Keempat pulau yang disengketakan lebih dekat secara geografis ke Aceh Singkil (±10–20 km) dibandingkan dengan pusat pemerintahan Tapanuli Tengah (±40–50 km). Secara sosiokultural, nelayan dan masyarakat pesisir Aceh telah menjadikan pulau-pulau tersebut sebagai bagian integral dari kehidupan sehari-hari, baik untuk bertani, melaut, maupun kegiatan adat.
Pelanggaran terhadap Semangat Otonomi Khusus
Ary juga mengingatkan bahwa keputusan sepihak dari pemerintah pusat mencederai semangat Otonomi Khusus Aceh sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No. 11 Tahun 2006. Dalam UUPA, Aceh memiliki kewenangan khusus untuk mengatur wilayah dan sumber daya alamnya, termasuk perairan sejauh 12 mil dari garis pantai.
Desakan dan rekomendasi Ary Oskandar meminta agar:
Keputusan Kemendagri segera dicabut atau ditangguhkan. Pemerintah pusat membentuk tim kajian independen yang melibatkan tokoh adat, DPR Aceh, akademisi, serta pihak netral.
Dilakukan penelusuran sejarah wilayah berdasarkan arsip hukum dan budaya, termasuk dokumen kolonial dan data adat.
Selain itu, Ary membuka kemungkinan untuk mendorong jalur hukum dan diplomasi antarprovinsi, termasuk pengajuan keberatan ke Mahkamah Konstitusi atau melalui PTUN, jika proses administratif tidak berjalan adil.
Dengan tegas, Ary menyatakan bahwa klaim sepihak terhadap wilayah Aceh dapat mengganggu stabilitas sosial dan merusak kepercayaan publik terhadap negara. Ia mengingatkan pemerintah bahwa wilayah bukan hanya soal garis peta, tetapi juga menyangkut harga diri, sejarah, dan identitas masyarakat.
By : (Zainuddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar