Serdang Bedagai, Ivestigasi.info —
Jembatan Nagur, satu-satunya penghubung vital antara Desa Pekan Tanjung Beringin dan Desa Nagur, kini nyaris ambruk. Besi pembatas yang semula melindungi pengguna jalan kini tinggal kenangan, diganti seadanya dengan bambu oleh warga yang berjibaku menjaga keselamatan sesama. Di bawah terik dan hujan, mereka tetap melintasinya—bertaruh nyawa setiap hari.
Aspal yang berlubang dan terkelupas menjelma perangkap maut, terlebih saat hujan membuat permukaan jembatan licin dan sulit dilalui. Setiap roda yang melintas seperti berjudi dengan nasib—apakah selamat, atau tergelincir ke dalam bahaya.
“Sudah terlalu lama kami menunggu. Jangan sampai harus ada yang jatuh, luka, atau bahkan meninggal dulu baru diperbaiki,” ujar Haris, warga Pematang Kuala, dengan nada putus asa. Ia, bersama warga lain, melewati jembatan ini setiap hari untuk ke pasar, sekolah, dan tempat kerja.
Jembatan ini bukan hanya sekadar struktur besi dan aspal. Ia adalah nadi kehidupan dua desa yang padat penduduk, jalur ekonomi, dan akses utama untuk pendidikan dan pelayanan dasar. Namun kini, nadi itu terancam terputus.
Masyarakat mengaku sudah berkali-kali menyuarakan keresahan kepada wakil rakyat. Dalam setiap reses anggota DPRD, perbaikan jembatan selalu menjadi permintaan utama. Sayangnya, yang mereka terima hanyalah janji—tanpa aksi nyata.
Karena berada di bawah kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, warga kini menaruh harapan terakhir pada dinas terkait untuk segera melakukan survei dan tindakan darurat.
“Cukup sudah janji-janji. Jangan tunggu sampai jembatan ini berubah jadi monumen penderitaan warga,” tegas Haris.
Kini, jembatan Nagur menanti kepedulian. Sebelum deritanya berubah menjadi berita duka.
By. (R..N)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar